Minggu, 01 November 2015

MENGENAL EMBOLI PARU


EMBOLI PARU

 

PENDAHULUAN

  • Emboli paru (EP) adalah penyakit yang sering terjadi, sampai saat ini masih merupakan penyakit paru yang sulit dalam diagnosis maupun penatalaksanaannya.
  • Sulit karena gejalanya tidak spesifik, sarana diagnostik terbatas sedangkan perjalanan penyakit sangat akut, sehingga penderita banyak yang meninggal sebelum terdiagnosis .
  • Sepertiga lebih kasus terdiagnosis saat dilakukan otopsi. 
  • Hampir semua ( >90 % ) emboli paru merupakan komplikasi dari trombosis vena dalam pada ekstremitas inferior, tempat lain bisa berasal dari vena renalis, atrium dan ventrikel kanan, ekstremitas atas,daerah pelvis terutama pada wanita .
  •  Juga dapat terjadi emboli nontrombosis misalnya lemak, udara, cairan amnion, tumor, dll tapi relatif jarang.
  • Rudolf Virchow (tahun 1858) menyatakan bahwa trombosis vena terjadi akibat hiperkoagulasi, kerusakan dinding pembuluh darah dan perlambatan aliran darah .
  • Faktor-faktor risiko yang mempermudah terjadinya emboli paru adalah berbaring lama atau immobilisasi, tindakan bedah, kehamilan dan persalinan, penggunaan obat kontrasepsi,usia lanjut, stroke, penyakit jantung, kegemukan, trauma
           

PATOGENESIS

·         Paru berfungsi sebagai alat pernapasan  juga sebagai alat filtrasi darah, sehingga partikel-partikel yang terbawa oleh darah vena akan terperangkap  pada anyaman pembuluh darah paru, akibatnya paru merupakan target organ bagi  trombus yang berasal dari seluruh tubuh.
·         Tetapi paru juga mempunyai kemampuan endogen untuk melisiskan trombus .
·         Terbentuknya trombus vena dimulai dengan perubahan mekanisme  koagulasi darah, kerusakan endotel pembuluh darah, dan penurunan aliran darah yang dikenal sebagai trias Virchow, dan sebagai faktor keempat adalah sistem fibrinolitik endogen.
·         Berbagai faktor dapat mengganggu keseimbangan mekanisme tersebut sehingga mempermudah terbentuknya trombus .
·         Trombus biasanya tumbuh di daerah katup vena. Trombosit beragregasi membentuk suatu nidus (trombus putih ), diikuti terbentuknya trombus fibrin (trombus merah) yang besar. Proses ini berlangsung cepat, hingga dalam beberapa menit saja sudah terbentuk trombus yang besar dan luas.
·         Setelah pembentukan trombus, terjadi dua proses resolusi, yaitu fibrinolisis dan organisasi. Fibrinolisis menyebabkan resolusi komplit dalam beberapa jam sampai beberapa hari.
·         Kadang-kadang ada bagian trombus yang tersisa, mengalami organisasi, diliputi lapisan fibrotik yang selanjutnya mengalami reendotelisasi. Fibrinolisis dan organisasi mencapai keadaan stabil dalam 7 - 10 hari, sehingga risiko tinggi untuk terjadinya emboli paru adalah pada hari-hari pertama setelah pembentukan trombus .
·         Faktor2 yang mempermudah terjadinya emboli paru. Aktivasi faktor koagulasi yang berlebihan oleh kolagen, endotoksin, bahan prokoagulasi yang dilepaskan oleh jaringan neoplasma, penglepasan tromboplastin ke sirkulasi selama persalinan, tindakan bedah dan trauma dapat merupakan awal pembentukan trombus. Platelet juga berperan pada tahap ini.
·         Penyakit jantung kongestif menyebabkan perlambatan aliran darah, hal ini memudahkan pembentukan tromboemboli. Didapatkan kekerapan  EP yang tinggi pada atrial fibrilasi dan gagal jantung kongestif.

DIAGNOSIS

·         Diagnosis EP lebih sulit dari pada penatalaksanaan dan pencegahan.
·         Diagnosis emboli paru berdasarkan : gambaran klinis dan pemeriksaan penunjang : laboratorium, ronsen dada, EKG, analisa gas darah.
·         Dengan bantuan scanning ventilasi perfusi paru, dan  angiografi paru diagnosis emboli paru dapat ditegakkan .

 

GAMBARAN KLINIS

·         Manifestasi klinis emboli paru sangat bervariasi tergantung pada, derajat, jumlah, ukuran dan lokasi emboli, usia penderita dan keadaan jantung dan paru penderita sebelumnya.
·         Gambaran klinis  emboli paru akut dapat berupa : (1) Akut kor-pulmonale, (2) Infark paru atau perdarahan dan (3) “Un explained Dyspnea” .
·         Akut kor-pulmonale terjadi jika  EP masif akut dan menyumbat lebih dari 60-75 % sirkulasi paru. Penderita mengeluh tiba-tiba sesak napas. Terdapat gejala yang disebabkan oleh penurunan curah jantung yang akut berupa hipotensi, sinkop dan henti jantung.
·         Pada pemeriksaan fisik didapatkan takipne dan takikardi, juga hipotensi. Didapatkan tanda-tanda gagal jantung kanan, peninggian tekanan vena jugularis, bunyi jantung II yang mengeras terutama komponen pulmonal, S3 dan galop.
·         Pemeriksaan fisik paru dan ronsen dada  biasanya memberikan gambaran normal.
·         Gejala trombosis vena dalam mungkin ada.
·         Pemeriksaan EKG ,analisa gas darah dan pengukuran tekanan vena sentral sangat membantu diagnosis akut korpulmonal.
·         Infark paru berhubungan dengan obstruksi tromboemboli pada arteri pulmonalis berukuran sedang. Infark paru sangat jarang terjadi (<10%). Hal ini disebabkan karena paru mendapatkan oksigen dari 3 sumber yaitu dari a. pulmonalis, a. bronkialis dan dari saluran napas .
·         Terdapat gejala klasik yaitu nyeri dada pleuritik  yang mendadak dengan atau tanpa sesak napas dan batuk darah.
·         Pada pemeriksaan fisik didapatkan takipne, pada pemeriksaan paru bisa didapatkan ronkhi, wheezing,efusi pleura, kadang-kadang  “pleural friction rub”.
·         Pendarahan pada paru memberi gambaran infiltrat pada ronsen dada, terlihat peninggian diafragma atau efusi pleura minimal pada sisi lesi.
·         Analisa gas darah memberi gambaran hipokapni dan alkalosis respiratorik.
·         “ Un explained Dyspnea “ terjadi pada emboli EP submasiv. Gambaran EKG masih normal dan pada pemeriksaan fisik tidak didapatkan gagal ventikel kanan . Gambaran ronsen dada normal dan tidak ada keluhan nyeri pleuritik . Kelainan fisik yang didapat berupa takhipne, takhikardi dan anxietas.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Ronsen Dada

·         Ronsen dada biasanya normal pada penderita emboli paru. Pemeriksaan ronsen dada sangat membantu untuk mengevaluasi penderita dengan nyeri pleuritk yang diduga mengalami infark paru.  Kelainan yang sering didapatkan adalah infiltrat, peninggian diafragma , efusi pleura unilateral biasanya sedikit,.
·         Pada penderita dengan akut korpulmonal atau a “Un explained dyspnea” tanpa infark paru ronsen dada biasanya normal .
·         Gambaran atelektasis, “ Westermark sign “ berupa  gambaran paru hiperlusen akibat berkurangnya aliran darah dan penonjolan arteri pulmonalis kadang-kadang terlihat .

Laboratorium

·         Tidak ada pemeriksaan yang spesifik untuk EP, tapi biasanya terdapat peningkatan LDH, bilirubin ,serum SGPT.
·         Pemeriksaan plasma D-Dimer terdapat peningkatan konsentrasi plasma D - Dimer tapi tidak spesifik.

Elektrokardiogram

·         Gambaran EKG yang sering ditemukan adalah perubahan segmen ST dan gelombang T yang tidak spesifik. Sering juga didapatkan gambaran takikardi atau aritmia .

 

Analisis gas darah

·         Perubahan pada gas darah tidak spesifik tapi pada EP masiv biasanya didapatkan hipoksemia, hipokapni dan alkalosis respiratorik..

Scanning Ventilasi /Perfusi Paru

·         Interpretasi scanning ventilasi-perfusi  paru berupa : normal, “low probability”, “intermediate probability”,  “high probability”,
·         Bila scanning perfusi normal , maka kemungkinan tromboemboli paru dapat disingkirkan dan tidak memerlukan pemeriksaan lain. Angiografi Paru
·     Pemeriksaan angiografi paru dapat mendeteksi EP dengan diameter 1 – 3  mm. Pemeriksaan ini merupakan test yang definitive. Pada EP ditemukan defek intra lumen ( filling defects ) dan gambaran arteri yang terputus ( cut off ) pada angiografi.  Oligemi dan asimetri aliran darah bisa diduga EP tapi tidak spesifik.

PENATALAKSANAAN
·         Tujuan terapi pada EP adalah (1) Segera menghambat terbentuknya tromboemboli. (2) Mempercepat resolusi tromboemboli. (3) Mencegah kekambuhan .
·  Penatalaksanaan EP berupa pencegahan dan terapi definitif. Terapi pencegahan berdasarkan pada konsep bahwa dalam tubuh terdapat sistem fibrinolitik intrinsic.
·         Yang termasuk terapi pencegahan adalah pemberian  antikoagulan berupa Heparin, Warfarin, Dextran dan Interupsi vena cava inferior.
·         Terapi definitif berupa pemberian fibrinolitik yaitu streptokinase, urokinase, dan “ recombinant tissue plasminogen activator”dan embolektomi .

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar