EMBOLI PARU
PENDAHULUAN
- Emboli paru (EP) adalah penyakit yang sering terjadi,
sampai saat ini masih merupakan penyakit paru yang sulit dalam diagnosis
maupun penatalaksanaannya.
- Sulit karena gejalanya tidak spesifik, sarana diagnostik
terbatas sedangkan perjalanan penyakit sangat akut, sehingga penderita
banyak yang meninggal sebelum terdiagnosis .
- Sepertiga lebih kasus terdiagnosis saat dilakukan otopsi.
- Hampir semua ( >90 % ) emboli paru merupakan
komplikasi dari trombosis vena dalam pada ekstremitas inferior, tempat
lain bisa berasal dari vena renalis, atrium dan ventrikel kanan,
ekstremitas atas,daerah pelvis terutama pada wanita .
- Juga dapat
terjadi emboli nontrombosis misalnya lemak, udara, cairan amnion, tumor,
dll tapi relatif jarang.
- Rudolf Virchow (tahun 1858) menyatakan bahwa trombosis
vena terjadi akibat hiperkoagulasi, kerusakan dinding pembuluh darah dan
perlambatan aliran darah .
- Faktor-faktor risiko yang mempermudah terjadinya emboli
paru adalah berbaring lama atau immobilisasi, tindakan bedah, kehamilan
dan persalinan, penggunaan obat kontrasepsi,usia lanjut, stroke, penyakit
jantung, kegemukan, trauma
PATOGENESIS
·
Paru berfungsi sebagai alat pernapasan juga sebagai alat filtrasi darah, sehingga
partikel-partikel yang terbawa oleh darah vena akan terperangkap pada anyaman pembuluh darah paru, akibatnya
paru merupakan target organ bagi trombus
yang berasal dari seluruh tubuh.
·
Tetapi paru juga mempunyai kemampuan endogen untuk melisiskan
trombus .
·
Terbentuknya trombus vena dimulai dengan perubahan
mekanisme koagulasi darah, kerusakan
endotel pembuluh darah, dan penurunan aliran darah yang dikenal sebagai trias
Virchow, dan sebagai faktor keempat adalah sistem fibrinolitik endogen.
·
Berbagai faktor dapat mengganggu keseimbangan mekanisme
tersebut sehingga mempermudah terbentuknya trombus .
·
Trombus biasanya tumbuh di daerah katup vena. Trombosit
beragregasi membentuk suatu nidus (trombus putih ), diikuti terbentuknya
trombus fibrin (trombus merah) yang besar. Proses ini berlangsung cepat, hingga
dalam beberapa menit saja sudah terbentuk trombus yang besar dan luas.
·
Setelah pembentukan trombus, terjadi dua proses resolusi,
yaitu fibrinolisis dan organisasi. Fibrinolisis menyebabkan resolusi komplit
dalam beberapa jam sampai beberapa hari.
·
Kadang-kadang ada bagian trombus yang tersisa, mengalami
organisasi, diliputi lapisan fibrotik yang selanjutnya mengalami
reendotelisasi. Fibrinolisis dan organisasi mencapai keadaan stabil dalam 7 -
10 hari, sehingga risiko tinggi untuk terjadinya emboli paru adalah pada
hari-hari pertama setelah pembentukan trombus .
·
Faktor2 yang mempermudah terjadinya emboli paru. Aktivasi
faktor koagulasi yang berlebihan oleh kolagen, endotoksin, bahan prokoagulasi
yang dilepaskan oleh jaringan neoplasma, penglepasan tromboplastin ke sirkulasi
selama persalinan, tindakan bedah dan trauma dapat merupakan awal pembentukan
trombus. Platelet juga berperan pada tahap ini.
·
Penyakit jantung kongestif menyebabkan perlambatan aliran
darah, hal ini memudahkan pembentukan tromboemboli. Didapatkan kekerapan EP yang tinggi pada atrial fibrilasi dan
gagal jantung kongestif.
DIAGNOSIS
·
Diagnosis EP lebih sulit dari pada penatalaksanaan dan
pencegahan.
·
Diagnosis emboli paru berdasarkan : gambaran klinis dan pemeriksaan
penunjang : laboratorium, ronsen dada, EKG, analisa gas darah.
·
Dengan bantuan scanning ventilasi perfusi paru, dan angiografi paru diagnosis emboli paru dapat
ditegakkan .
GAMBARAN KLINIS
·
Manifestasi klinis emboli paru sangat bervariasi tergantung
pada, derajat, jumlah, ukuran dan lokasi emboli, usia penderita dan keadaan
jantung dan paru penderita sebelumnya.
·
Gambaran klinis emboli
paru akut dapat berupa : (1) Akut kor-pulmonale, (2) Infark paru atau
perdarahan dan (3) “Un explained Dyspnea” .
·
Akut kor-pulmonale terjadi jika EP masif akut dan menyumbat lebih dari 60-75
% sirkulasi paru. Penderita mengeluh tiba-tiba sesak napas. Terdapat gejala
yang disebabkan oleh penurunan curah jantung yang akut berupa hipotensi, sinkop
dan henti jantung.
·
Pada pemeriksaan fisik didapatkan takipne dan takikardi, juga
hipotensi. Didapatkan tanda-tanda gagal jantung kanan, peninggian tekanan vena
jugularis, bunyi jantung II yang mengeras terutama
komponen pulmonal, S3 dan galop.
·
Pemeriksaan fisik paru dan ronsen dada biasanya memberikan gambaran normal.
·
Gejala trombosis vena dalam mungkin ada.
·
Pemeriksaan EKG ,analisa gas darah dan pengukuran tekanan
vena sentral sangat membantu diagnosis akut korpulmonal.
·
Infark paru berhubungan dengan obstruksi tromboemboli pada
arteri pulmonalis berukuran sedang. Infark paru sangat jarang terjadi
(<10%). Hal ini disebabkan karena paru mendapatkan oksigen dari 3 sumber
yaitu dari a. pulmonalis, a. bronkialis dan dari saluran napas .
·
Terdapat gejala klasik yaitu nyeri dada pleuritik yang mendadak dengan atau tanpa sesak napas
dan batuk darah.
·
Pada pemeriksaan fisik didapatkan takipne, pada pemeriksaan
paru bisa didapatkan ronkhi, wheezing,efusi pleura, kadang-kadang “pleural friction rub”.
·
Pendarahan pada paru memberi gambaran infiltrat pada ronsen
dada, terlihat peninggian diafragma atau efusi pleura minimal pada sisi lesi.
·
Analisa gas darah memberi gambaran hipokapni dan alkalosis
respiratorik.
·
“ Un explained Dyspnea “ terjadi pada emboli EP submasiv.
Gambaran EKG masih normal dan pada pemeriksaan fisik tidak didapatkan gagal
ventikel kanan . Gambaran ronsen dada normal dan tidak ada keluhan nyeri
pleuritik . Kelainan fisik yang didapat berupa takhipne, takhikardi dan
anxietas.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Ronsen Dada
·
Ronsen dada biasanya normal pada penderita emboli paru.
Pemeriksaan ronsen dada sangat membantu untuk mengevaluasi penderita dengan
nyeri pleuritk yang diduga mengalami infark paru. Kelainan yang sering didapatkan adalah
infiltrat, peninggian diafragma , efusi pleura unilateral biasanya sedikit,.
·
Pada penderita dengan akut korpulmonal atau a “Un explained
dyspnea” tanpa infark paru ronsen dada biasanya normal .
·
Gambaran atelektasis, “ Westermark sign “ berupa gambaran paru hiperlusen akibat berkurangnya
aliran darah dan penonjolan arteri pulmonalis kadang-kadang terlihat .
Laboratorium
·
Tidak ada pemeriksaan yang spesifik untuk EP, tapi biasanya
terdapat peningkatan LDH, bilirubin ,serum SGPT.
·
Pemeriksaan plasma D-Dimer terdapat peningkatan konsentrasi
plasma D - Dimer tapi tidak spesifik.
Elektrokardiogram
·
Gambaran EKG yang sering ditemukan adalah perubahan segmen ST
dan gelombang T yang tidak spesifik. Sering juga didapatkan gambaran takikardi
atau aritmia .
Analisis gas darah
·
Perubahan pada gas darah tidak spesifik tapi pada EP masiv
biasanya didapatkan hipoksemia, hipokapni dan alkalosis respiratorik..
Scanning Ventilasi
/Perfusi Paru
·
Interpretasi scanning ventilasi-perfusi paru berupa : normal, “low probability”,
“intermediate probability”, “high probability”,
·
Bila scanning perfusi normal , maka kemungkinan tromboemboli
paru dapat disingkirkan dan tidak memerlukan pemeriksaan lain. Angiografi Paru
· Pemeriksaan angiografi paru dapat mendeteksi EP dengan
diameter 1 – 3 mm. Pemeriksaan ini
merupakan test yang definitive. Pada EP ditemukan defek intra lumen ( filling
defects ) dan gambaran arteri yang terputus ( cut off ) pada angiografi. Oligemi dan asimetri aliran darah bisa diduga
EP tapi tidak spesifik.
PENATALAKSANAAN
·
Tujuan terapi pada EP adalah (1) Segera menghambat
terbentuknya tromboemboli. (2) Mempercepat resolusi tromboemboli. (3) Mencegah
kekambuhan .
· Penatalaksanaan EP berupa pencegahan dan terapi definitif.
Terapi pencegahan berdasarkan pada konsep bahwa dalam tubuh terdapat sistem fibrinolitik
intrinsic.
·
Yang termasuk terapi pencegahan adalah pemberian antikoagulan berupa Heparin, Warfarin,
Dextran dan Interupsi vena cava inferior.
·
Terapi definitif berupa pemberian fibrinolitik yaitu streptokinase,
urokinase, dan “ recombinant tissue plasminogen activator”dan embolektomi .