Apa Itu Meningitis?
Meningitis adalah radang membran pelindung
sistem syaraf pusat. Penyakit ini dapat disebabkan oleh mikroorganisme, luka
fisik, kanker, atau obat-obatan tertentu. Meningitis adalah penyakit serius
karena letaknya dekat otak dan tulang belakang, sehingga dapat
menyebabkan kerusakan kendali gerak, pikiran, bahkan kematian.
Kebanyakan kasus meningitis
disebabkan oleh mikroorganisme, seperti virus, bakteri, jamur, atau parasit yang menyebar dalam darah ke cairan otak. Daerah "sabuk
meningitis" di Afrika terbentang dari Senegal di barat ke Ethiopia di timur. Daerah ini ditinggali
kurang lebih 300 juta manusia. Pada 1996 terjadi wabah meningitis di mana
250.000 orang menderita penyakit ini dengan 25.000 korban jiwa.
Kriptokokus adalah jamur. Kuman ini
sangat lazim pada tanah. Jamur ini masuk ke tubuh kita waktu kita menghirup
debu atau kotoran burung yang kering. Tampaknya kuman ini tidak menyebar dari
orang ke orang.
Meningitis adalah penyakit paling
umum yang disebabkan oleh kriptokokus. Meningitis adalah infeksi pada lapisan
urat saraf tulang belakang dan otak. Penyakit ini dapat menyebabkan koma dan
kematian. Kriptokokus juga dapat menginfeksi kulit, paru, dan bagian tubuh
lain. Risiko infeksi kriptokokus paling tinggi jika jumlah CD4 di bawah 100.
Tanda pertama meningitis termasuk
demam, kelelahan, leher pegal, sakit kepala, mual dan muntah, kebingungan,
penglihatan yang kurang jelas, dan kepekaan pada cahaya terang. Gejala ini
muncul secara perlahan. Sakit kepala sering dialami pada bagian depan kepala
dan tidak diredakan oleh parasetamol.
Penyakit HIV atau obat juga dapat
menyebabkan gejala ini. Jadi, tes laboratorium dipakai untuk menentukan
diagnosis meningitis.
Tes laboratorium ini memakai darah
atau cairan sumsum tulang belakang. Cairan sumsum tulang belakang diambil
dengan proses yang disebut pungsi lumbal (lumbar puncture atau spinal
tap). Sebuah jarum ditusukkan pada pertengahan tulang belakang kita, pas di
atas pinggul. Jarum menyedot contoh cairan sumsum tulang belakang. Tekanan
cairan sumsum tulang belakang juga dapat diukur. Bila tekanan terlalu tinggi,
sebagian cairan tersebut dapat disedot. Tes ini aman dan biasanya tidak terlalu
menyakitkan. Namun setelah pungsi lumbal beberapa orang mengalami sakit kepala,
yang dapat berlangsung beberapa hari.
Darah atau cairan sumsum tulang
belakang dapat dites untuk kriptokokus dengan dua cara. Tes yang disebut ‘CRAG’
mencari antigen (sebuah protein) yang dibuat oleh kriptokokus. Tes ‘biakan’
mencoba menumbuhkan jamur kriptokokus dari contoh cairan. Tes CRAG cepat
dilakukan dan dapat memberi hasil pada hari yang sama. Tes biakan membutuhkan
satu minggu atau lebih untuk menunjukkan hasil positif. Cairan sumsum tulang
belakang juga dapat dites secara cepat bila diwarnai dengan tinta India.
Bagaimana
Meningitis Diobati?
Meningitis diobati dengan obat
antijamur. Beberapa dokter memakai flukonazol. Obat ini tersedia dengan bentuk
pil atau infus. Flukonazol lumayan efektif, dan biasanya mudah ditahan (lihat Lembaran
Informasi (LI) 534).
Itrakonazol kadang kala dipakai untuk orang yang tidak tahan dengan flukonazol.
Dokter lain memilih kombinasi amfoterisin B dan kapsul flusitosin.
Amfoterisin B adalah obat yang
sangat manjur. Obat ini disuntikkan atau diinfus secara perlahan, dan dapat
mengakibatkan efek samping yang berat. Efek samping ini dapat dikurangi dengan
memakai obat semacam ibuprofen setengah jam sebelum amfoterisin B dipakai.
Ada versi amfoterisin B yang baru, dengan obat dilapisi selaput lemak menjadi
gelembung kecil yang disebut liposom. Versi ini mungkin menyebabkan lebih
sedikit efek samping.
Meningitis kriptokokus kambuh setelah
kejadian pertama pada kurang lebih separuh orang. Kemungkinan kambuh dapat
dikurangi dengan terus memakai obat antijamur. Untuk beberapa orang, cairan sumsum
tulang belakang harus disedot setiap hari untuk beberapa lama untuk mengurangi
tekanan pada otak. Walau
jarang, meningitis kriptokokus tampaknya dapat kambuh atau menjadi lebih berat
bila terapi antiretroviral (ART) dimulai dengan jumlah CD4 yang rendah,
terutama setelah pengobatan sebelumnya. Gejala mungkin tidak umum. Hal ini
disebabkan oleh pemulihan sistem kekebalan tubuh.
Bagaimana
Kita Dapat Memilih Pengobatan untuk Meningitis ?
Jika kita meningitis, kita diobati
dengan obat antijamur seperti amfoterisin B, flukonazol dan flusitosin.
Amfoterisin B adalah yang paling manjur, tetapi obat ini dapat merusak
ginjal. Obat lain mengakibatkan efek samping yang lebih ringan, tetapi kurang
efektif memberantas kriptokokus.
Jika meningitis didiagnosis cukup
dini, penyakit ini dapat diobati tanpa memakai amfoterisin B. Namun,
pengobatan umum adalah amfoterisin B untuk dua minggu diikuti dengan
flukonazol oral (pil). Flukonazol harus dipakai terus untuk seumur hidup. Tanpa
ini, meningitis kemungkinan akan kambuh.
Dapatkah
Meningitis Dicegah ?
Memakai flukonazol waktu jumlah CD4
di bawah 50 dapat membantu mencegah meningitis kriptokokus. Tetapi ada beberapa
alasan sebagian besar dokter tidak meresepkannya:
- Sebagian besar infeksi jamur mudah diobati
- Flukonazol adalah obat yang sangat mahal
- Memakai flukonazol jangka panjang dapat menyebabkan
infeksi jamur ragi (seperti kandidiasis mulut (thrush), vaginitis,
atau infeksi kandida berat pada tenggorokan) yang kebal (resistan)
terhadap flukonazol. Infeksi yang resistan ini hanya dapat diobati dengan
amfoterisin B.
Garis
Dasar
Meningitis kriptokokus terjadi
paling sering pada orang dengan jumlah CD4 di bawah 100. Walaupun obat
antijamur dapat mencegah meningitis kriptokokus, obat ini biasanya tidak
dipakai karena mahal dan risiko mengembangkan infeksi ragi yang resistan
terhadap obat tersebut.
Jika kita meningitis, diagnosis dini
mungkin membolehkan pengobatan dengan obat yang kurang beracun. Kita sebaiknya
menghubungi dokter jika kita mengalami sakit kepala, leher pegal, masalah
penglihatan, kebingungan, mual, atau muntah. Jika kita pernah meningitis, kita
harus memakai obat antijamur terus-menerus untuk mencegah kambuhnya. Namun
profilaksis ini dapat dihentikan bila CD4 kita tetap di atas 200 selama enam
bulan akibat penggunaan ART.